Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keterbakatan Anak


Definisi menurut USOE (United States Office of Education), anak berbakat adalah anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya (Hawadi, 2002).

Keterbakatan anak dipengaruhi faktor-faktor berikut:

Faktor Hereditas


Hereditas, adalah faktor yang diwariskan dari orang tua, meliputi kecerdasan, kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan seni dan psikomotor. Dalam diri seseorang telah ditentukan adanya faktor bawaan yang ada setiap orang, dan bakat bawaan tersebut juga berbeda setiap orangnya. U. Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan mental seseorang.

Namun demikian faktor biologis juga tidak dapat diingkari, faktor biologis yang belum bersifat genetik yang berpengaruh pada intelegensi adalah faktor gizi dan neurologik. Kekurangan nutrisi dan gangguan neurologik pada masa kecil dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Studi dari Terman terhadap orang-orang yang memiliki IQ tinggi menunjukkan keunggulan fisik seperti: tinggi, berat, daya tarik dan kesehatan, dibandingkan mereka yang intelegensinya lebih rendah.

Faktor Lingkungan

Stimulasi, kesempatan, harapan, tuntutan, dan imbalan akan berpengaruh pada proses belajar seorang anak. Penelitian tentang individu-individu berbakat yang sukses menunjukkan masa kecil mereka di dalam keluarga memiliki keadaan sebagai berikut:
  1. Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap  bakat anak dan memberikan dorongan Orangtua sebagai panutan
  2. Ada dorongan dari orangtua untuk menjelajah
  3. Pengajaran bersifat informal dan terjadi dalam berbagai situasi, proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dan bermain
  4. Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor
  5. Ada perilaku-perilaku dan nilai yang diharapkan berkaitan dengan bakat anak dalam keluarga
  6. Orangtua menjadi pengamat latihan-latihan, memberi pengarahan bila diperlukan, memberikan pengukuran pada perilaku anak yang dilakuakn dengan terpuji dan memenuhi standard yang ditetapkan
  7. Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi anak
  8. Orantua mendorong keikutsertaan anak dalam berbagai acara positif di mana kemampuan anak dipertunjukkan pada khalayak ramai
Anak-anak yang disadari memiliki potensi perlu dikembangkan, perlu memiliki keluarga yang penuh rangsangan, pengarahan, dorongan, dan imbalan-imbalan untuk kemampuan mereka.

Penelitian lain menunjukkan bahwa kelompok budaya atau etnik-etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-anak berbakat walaupun tingkat sosial ekonominya berbeda. Hal ini dikaitkan dengan mobilitas sosial dan nilai yang tinggi pada prestasi di dalam bidang-bidang tertentu yang ada dalam kelompok budaya dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi dalam keberbakatan.

Jadi lingkungan memeiliki pengaruh yang banyak terkait bagaimana genetik anak diekspresikan dalam kesehariannya. Faktor keturunan lebih menentukan rentang di mana seseorang akan berfungsi, dan faktor lingkungan menentukan apakah individu akan berfungsi pada pencapaian lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.


Related Posts:

Bagaimana Karakteristik Anak Yang Berbakat Istimewa (GIFTED CHILD) ?


Banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa sebetulnya si buah hati memiliki bakat istimewa. Perlu diketahui bahwa anak-anak berbakat istimewa secara alami memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dengan anak-anak normal. Karakteristik ini mencakup beberapa domain penting, seperti domain intelektual-koginitif, domain persepsi-emosi, domain motivasi dan nilai-nilai hidup, domain aktifitas, serta domain relasi sosial. Beberapa karakteristik yang paling sering diidentifikasi terdapat pada anak berbakat istimewa pada masing-masing domain diatas. Namun demikian perlu dicatat bahwa tidak semua anak-anak berbakat istimewa (gifted) selalu menunjukkan atau memiliki semua karakteristik yang disebutkan di dalam uraian tersebut di bawah ini.

Karakteristik Intelektual-Kognitif 
  • Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
  • Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
  • Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
  • Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit dipahami orang lain.
  • Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan baik.
  • Bisanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
  • Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang utuh.
  • Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
  • Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami.
  • Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
  • Menunjukkan daya imajinasi yang luar bisaa.
  • Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
  • Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
  • Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
  • Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
  • Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
Karakteristik Persepsi/Emosi 
  • Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran, integritas.
  • Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.
  • Sangat peka perasaannya.
  • Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.
  • Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru
  • Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.
  • Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai Hidup 
  • Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti perasaan orang lain).
  • Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
  • Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
  • Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara, aroma, cahaya).
  • Pada umumnya introvert.
  • Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
  • Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri dan orang lain.
  • Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.
  • Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu (self driven).
  • Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari makna hidup.
  • Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” .

Karakteristik Aktifitas 
  • Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.Spontanitas yang tinggi.
  • Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
  • Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit dibanding anak normal.
  • Sangat waspada.
  • Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu persoalan dalam waktu yang sangat lama.
  • Tekun, gigih, pantang menyerah.
Karakteristik Relasi Sosial 
  • Sangat mudah jatuh iba, empatik, senang membantu.
  • Umumnya senang mempertanyakan atau menggugat sesuatu yang telah mapan.
  • Sulit melakukan kompromi dengan pendapat umum.
  • Merasa diri berbeda, lebih maju dibanding orang lain, merasa sendirian dalam berpikir atau pada saat merasakan suatu bentuk emosi.
  • Lebih senang dan merasa nyaman untuk berteman atau berdiskusi dengan orang-orang yang usianya jauh lebih tua.
Nah, dari daftar di atas, apakah karakteristik anak Anda ada di dalamnya? Bila iya, maka boleh jadi anak Anda termasuk anak yang berbakat istimewa. Namun bila ragu bisa diikutkan tes kecerdasan dan uji coba yang biasanya dilakukan di sekolah-sekolah. 

Related Posts:

Keunggulan Anak Bungsu Yang Perlu Diketahui





Sebuah stereotype tentang anak bungsu yang "Manja", Childish, "Lugu" rasanya sulit dihapuskan. Namun sesungguhnya anak bungsu dianugerahi beberapa keunggulan. Sebagai orang tua tentunya harus memahami keunggulan yang dimiliki si Bungsu sehingga mampu memberikan pengarahan yang positif atas keunggulan yang dimiliki yaitu:

Memiliki Wawasan luas & terdepan 

Berkat kakak-kakanya, Si bungsu pun biasanya punya lebih banyak pengetahuan serta lebih terdepan dibanding teman lainnya. Sebab, dia dapat info dari kakak, baik pengetahuan tentang kelas yang lebih tinggi dan alhasil, si bungsu sudah dapat pelajaran lebih awal. Bisa juga hal simpel seperti perkembangan trend musik, film serta fashion. Apalagi kalau punya kakak yang up-to-date. Wawasan ini bisa jadi bahan obrolan seru sama teman-teman.

Manja tapi tegar

Anak bungsu terlihat manja, Namun dibalik manjanya anak bungsu, yang mereka harapkan adalah kebahagian di sekeliling mereka. Bukan berarti anak bungsu tidak merasa bahagia atau tidak disayang, tapi galau, kayaknya sifat alamiah mereka juga bertingkah seperti itu. Namun dibalik semua itu mereka adalah orang-orang yang tegar, hanya saja karena label "manja" sudah kadung melekat sehingga ketegaran mereka tidak menonjol seperti anaka sulung. Selain itu, karena adat ketimuran, maka berdasar urutan silsilah anak bungsu lebih meredam sifat tegas dalam keluarga tidak berapi-api karena dianggap tidak sopan.


Berkaca dari pengalaman

Sebagai anak terakhir, kita sedikit banyak tahu apa saja yang dialami kakak-kakak kita. Antara lain bagaimana jadi new comers di SMA atau bagaimana suasana kuliah. Bagaimana cara minta izin ke orang tua untuk datang ke acara pesta teman. Terus, bila kakak-kakak kita punya kegiatan dan ekskul berbeda, bakal terlihat lebih banyak melihat variasi pengalaman. Dari situ, kita bisa memperkirakan mana yang ingin kita ambil/ikuti dan mana yang tidak.

Punya “guru” tambahan 




Anak adalah imitator ulung dan memiliki rasa ingin tahu yang besar, dengan melihat seorang kakak perempuan yang memakai lulur, si gadis kecil pasti ingin juga melakukannya. Demikian pula jika melihat kakak laki-lakinya main gitar atau piano, cepat atau lambat dia akan tertarik dan mengikuti.

Yang membantu mengajari kita bukan cuma mama dan papa, namun juga para kakak. Mulai dari memberi les pelajaran, bermain musik sampai cara berdandan ataupun menghadapi teman dekat.

Lovable



Seringnya, anak bontot jadi kesayangan dan dimanja keluarga. Ini bisa dimanfaatkan. Bukan berarti kita boleh bersikap manja. Namun disadari atau tidak, biasanya si anak bungsu punya kualitas mudah disenangi dan menarik. Dalam pergaulan, hal ini bisa sangat menguntungkan karena periang dan biasanya bisa membuat suasana hangat.

Paling dekat dengan orangtua


 

Memang anak bungsu lahirnya terakhiran dalam keluarga, tapi mereka juga yang terakhir meninggalkan rumah. Ketika para kakak - kakaknya anak bungsu udah pada nikah, maka anak bungsulah yang masih ada dirumah buat membantu dan mengurus orang tua. Pada saat itulah, anak bungsu perlahan lahan mengurangi kemanjaan sama orang tua, karena tinggal sendirian dirumah.

Inilah yang paling banyak terjadi di kehidupan nyata......

Anak bungsu seperti malaikat bagi orang tua...... Anak bungsu yang melihat dan menemani pertambahan umur orang tua, ketika mereka sakit, anak bungsu yang ada dirumah dan saudara - saudaranya yang lain kadang tidak tahu keadaan dirumah, karena orang tua juga tidak mau menyusahkan anak anaknya dengan kabar lagi sakit atau apalah yang lainnya. 

Tidaklah selalu benar jika anak bungsu enak, dimanja, mau minta ini itu diturutin.. Sebenarnya sama dengan si sulung atau tengah, punya sisi sisi yang berbeda yang bisa dilihat ataupun tidak bisa dilihat sama orang - orang disekitar mereka. Tidak selamanya anak bungsu hidupnya lurus - lurus saja tanpa memikirkan hal yang rumit, setiap orang juga punya masalah masing - masing.

Jadi anak bungsu tidak bisa dipandang sebelah mata dengan label-label yang banyak menyudutkan seoalah hanya beban dan tidak mau berjuang, karena dibalik kemanjaan anak bungsu terdapat banyak hal yang tidak dirasakan oleh anak sulung ataupun tengah. 


Related Posts:

Kapan Anak Perlu dihipnoterapi?


Kapan waktu yang tepat  untuk mulai membentuk Jiwa Anak?
Ada sebuah kata bijak bahwa "membentuk jiwa anak adalah dimulai satu generasi sebelum anak dilahirkan". Itu sangatlah benar, karena pembentukan emosi dan kemajuan anak Anda sebenarnya telah dimulai semenjak Anda dan pasangan Anda (suami / istri) berniat untuk memiliki keturunan. Dari beberapa metode psikologi anak, salah satunya cara melatih kecerdasan anak, Di sana dicontohkan apa kegiatan yang dilakukan seorang ibu hamil agar anak cerdas nantinya.

Sesungguhnya pembentukan karakter dan emosi anak ditentukan oleh orang tua dan lingkungannya. Orang tua berperan besar dalam membentuk anak luar dalam. Demikian pula dengan lingkungan, memegang andil yang cukup besar dalam membuat pola sikap anak-anak kita.

Namun apabila  pada saat pertumbuhan ternyata Anak memiliki masalah secara psikologis, entah itu jadi pemarah, pemurung, pemberontak dan yang lebih parah lagi jika anak pemalas, maka Anda harus mencari akar masalahnya dan bila perlu gunakan cara hipnoterapi anak.


Hipnoterapi dan Hipnoparenting seberapa perlunya ?

Dalam kebanyakan kasus, kondisi permasalahan anak banyak disebabkan oleh orang tua yang terlalu over protektif, terlalu keras, terlalu sering membentak, memaki-maki, menggertak sang anak. Sudah diketahui siapa yang akan menjadi korban. 
Untuk mengatasi masalah emosi anak, maka ada salah satu metode pemecahan masalah yang sedang popular adalah melalui metode Hipnoterapi. Hipnoterapi adalah metoda pemberian sugesti kepada seseorang melalui alam bawah sadarnya. Seperti yang diketahui bersama bahwa alam bawah sadar seseorang adalah letak "sebenarnya" program dari seseorang. Dengan mengubah program ini, maka pola pikir akan diubah menjadi lebih baik.

Terapis yang mumpuni harus mampu mencari “akar” persoalan yang menyebabkan masalah sang klien. Every behaviors have patterns. Setiap perilaku mempunyai pola. Pola-pola perilaku yang terjadi dan tanda-tanda perilaku ini sebenarnya terbentuk dari pemikiran, beliefs system, action, dan mental filter yang terbentuk sekian lama. Ada pola perilaku stress, perilaku percaya diri, perilaku depresi, dan tentu saja perilaku malas.

Dengan hipnoterapi terhadap anak, metoda pemecahan masalah yang diberikan akan diupayakan sesederhana mungkin dengan bahasa anak, serta dengan mengikuti kemauan anak. Jadi sikap kita terhadap mereka tidaklah akan otoriter, melainkan lembut dengan penuh kasih sayang. Metoda hipnoterapi anak ini terbukti cepat, ampuh, aman, dan memberikan hasil yang lebih permanen.

Karena semua dari proses hipnoterapi juga kembali ke pola asuh dan gaya hidup orang tua dalam mendidik anak. Memberi sugesti kepada sang anak tapi jika orang tua tidak mau tau hanya menyerahkan ke hipnoterapi maka hanya akan mengakibatkan anak bingung dan stress. Oleh karenanya, walaupun kelihatannya yang bermasalah sang anak,  tetapi sebagai orang tua juga harus diterapi (Hipnoparenting), agar masalah sang putra ini menjadi cepat tersolusikan.

Related Posts:

Permainan Tradisional Bikin Anak Cerdas dan Kreatif

Tak sedikit anak-anak jaman sekarang khususnya yang tinggal di perkotaan tidak mengenal akan permainan tradisional bangsa Indonesia ini. Padahal banyak manfaat dari permainan tradisional, dan salah satunya adalah bisa merangsang kecerdasan dan jiwa kebersamaan si anak.

Semakin berkembangnya teknologi informasi (TI) tampaknya membuat permainal tradisional semakin tersingkirkan. Anak-anak pun beralih ke permainan modern dengan peralatang yang lebih canggih seperti video game, nintendo dan lain sebagainya. Lalu apakah permainan tradisional sendiri akan hilang ya?


Yang namanya permainan tradisional itu tidak akan hilang karena semakin permainan ini diangkat, maka industri akan menjadikannya barang mewah dan mahal. Bahkan bisa lebih mahal daripada perrmainan modern.

Permainan tradisional adalah rakitan manusia, bukan rakitan mesin, jadi wajar kalau nanti harganya bisa melonjak naik. Permainan tradisional ini lebih banyak dilakukan di outdoor ketimbang di indoor.

Mencerdaskan Anak

Permainan tradisional banyak sekali elemen untuk meningkatkan kecerdasan majemuk anak, sedangkan permainan modern hanya memiliki sedikit elemen untuk meningkatkan kecerdasan majemuk yang ada pada diri seseorang. Karena permainan tradisional ini semisal rusak, maka sia anak bisa merakitnya kembali bersama teman-tamannya ataupun sendirian. Mampukah permainan modern berbuat demikian, rasanya kok masih kalah jauh.

Disarankan agar orang tua mau bersama anak-anaknya untuk bermain permainan tradisional karena permainan tradisional banyak unsur edukatifnya, terutama untuk pengasahan:
  • 1. Intelektuak anak.
  • 2. Kecerdasan anak.
  • 3. Kecerdasan psikologis anak.

Mengasah Motorik

Permainan tradisional seperti congklak dan petak umpet masih sering terlihat dimainkan anak-anak di luar rumah. Permainan tradisional sebenarnya bersifat fleksibel atau bisa dimainkan dimana saja. Seperti Galah Asin, meskipun lebih seru dimainkan di luar ruangan, tapi kalau situasi tidak memungkinkan, bisa saja dimainkan di dalam ruangan.

Selain untuk memperoleh manfaat yang tidak bisa didaparkan di permainan modern, juga untuk mendapatkan wacana lain yang bisa membuat hidup anak lebih kaya dan berdinamika.

Seperti permainan yang dilakukan secara berkelompok misalnya gobak sodor. Permainan ini dapat mengajarkan kebersamaan yang sebenarnya. Beda dengan permainan modern yang umumnya dilakukan secara individual.

Selain itu, permainan tradisional juga mengajarkan sportivitas dan auran main yang disepakati bersama. Dengan gerakan-gerakan seperti berlari, berkelit, melompat atau menaikturunkan tangan, fisik anak pun akan dilatih secara aktif.
Jadi, dengan bermain permainan tradisional, anak bisa mengasah kemampuan motorik, baik kasar maupun halus, serta gerak refleknya.

Related Posts:

8 Kiat Membatasi Anak Nonton Televisi

Tayangan televisi yang kian menarik membuat anak-anak betah untuk selalu berada di depan layat TV dalam waktu yang lama sehingga dapat menghambat perkembangan psikomotor si kecil. Untuk itu, langkah terbaik adalah dengan mencarikan kegiatan pengganti yang sama agar si kecil mau beralih dari depan televisi.


Banyak anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi daripada bermain bersama temannya di luar rumah. Bahkan saking betahnya duduk menatap layar kaca, bisa berakibat anak menjadi kecanduan tayangan televisi. Bila sudah demikian, peran orang tua sangat dibutuhkan agar nonton tv anak bisa dibatasi.

Meskipun tidak mudah, namun orang tua harus berusaha untuk meminta anak untuk mengurangi jam televisinya, apalagi bagi mereka yang sudah terlanjur kecanduan. Berikut kiat-kiat yang bisa diterapkan.

8 Kiat Membatasi Anak Nonton Televisi:

1. Jangan langsung melarang anak menonton televisi, sebaliknya, mulailah dengan mengurangi jam menonton.

2. Agar lebih efektif, harus dimulai dari orang tua. Orang tua juga harus membiasakan diri untuk tidak menyalakan televisi apabila tidak ditonton. Nyalakan tv jika hanya dibutuhkan saja.


3. Jangan memasukkan tv ke kamar anak karena akan lebih susah mengontrol kapan dan tayangan apa yang mereka tonton. Letakkan tv di ruang keluarga agar anak terbiasa menonton televisi bersama keluarga.

4. Beri aturan pada anak jam berapa saja boleh menonton televisi, pilihkan tayangan yang bersifat edukatif.

5. Beri fasilitas lain di rumah selain tv, misalnya buku atau permainan lain seperti gadget yang bisa difilter. Selain itu, biarkan anak bereksplorasi di rumah. Terkadang memang akan membuat rumah sedikit berantakan, maka sebagai orang tua, Anda harus sabar, nikmati dan ikutlah kegiatan anak.



6. Bisa juga mengganti tayangan tv dengan DVD, yang edukatif. Dan ingat, jangan terlalu lama di depan layar, karena akibatnya tidak baik.

7. Pahami kebutuhan anak.
Keinginan untuk bersenang=senang tentu tetap dibutuhkan oleh anak. Karena itu, jika ingin membatasinya, berilah kegiatan pengganti yang menyenangkan. Misalnya saja memelihara ikan dan sebagainya.

8. Selain itu, beri stimulus agar anak mau berkegiatan di luar ruangan.
Bermain dengan teman sebayanya untuk melatih kemampuan bergaulnya akan baik lagi. Kalau anak masih malu, Anda bisa mendampinginya terlebih dahulu.

Related Posts:

Waspada JIka Anak Masih Suka Mengompol!


Perkembangan psikologis anak akan dialami pada saat memasuki usia 3 tahun. Sebagai orang tua sangat perlu terus membimbing dan mengarahkannya.
Jika si kecil mengompol saat usia 2-3 tahun adalah hal yang wajar.  Namun batas usia anak mengompol itu tentunya hingga 7 tahun paling lama, dan jika anak anda masih mengompol di atas usia tersebut maka sebaiknya anda mengatasi kebiasaan buruk itu agar tidak berlangsung lama. Selain memeriksakannya ke dokter, sebab ngompol terkadang terjadi karena adanya kelainan pada kandung kemih anak, dan yang terpenting adalah anda juga harus tahu faktor psikologisnya.

Apa penyebab dari faktor psikologisnya?

1. Anak sedang mengalami ketakutan dan perasaan yang tidak aman secara berlebihan.
Mungkin phobia akan kegelapan, suasana sunyi di malam hari atau bahkan tidak berani  membangunkan Anda di malam hari.


2. Pola asuh orang tua , anak terlalu sering menggunakan pampers (popok sekali pakai). Popok ini membuat anak tidak terbiasa menggunakan kamar mandi sebagai tempat buang air kecil.
    
Nah, penggunaan pempress yang sepanjang waktu pada anak harus dikurangi walaupun itu membuat para ibu agak repot tapi berguna untuk perkembangan psikologis anak. 


Apa yang sebaiknya dilakukan orang tua?
1.  Orangtua hendaknya melatih "toilet training" (latihan menggunakan kamar mandi) sejak dini, supaya terbiasa buang air kecil / BAB di kamar mandi.

2.
2. Tanyakan baik-baik kepada si kecil, mengapa suka pipis di celana daripada di kemar mandi. Lalu, temukan pola mengompol anak sampai berapa kali mengompol . Ini akan memudahkan orangtua untuk mengingatkan si kecil pergi ke kamar mandi.

3. Orang tua harus menemukan sesuatu yang menyebabkan anak merasa tertekan dan ketakutan. Beri pengertian bila takut kegelapan atau takut ke kamar mandi, maka cepat bangunkan Bunda.

4. Jangan sekali-kali mencela si kecil dengan sebutan "Si tukang ngompol". Lontaran kata ini membuat si kecil merasa dipermalukan. Akibatnya anak merasa tambah tertekan dan stress. Malah akan terus mengompol.

5. Tetap tenang, kejengkelan dan kemarahan , akan membuat si kecil semakin stress. Sebaliknya pujilah si kecil bila dalam sehari berhasil tidak mengompol dan bila perlu buatlah perjanjian akan memberi hadiah bila berhenti mengompol.

Sebagai orang tua, untuk memahami psikologi anak butuh proses dan kesabaran.


Related Posts:

Ciri Jiwa Kepemimpinan Tumbuh Pada Si Kecil

Kepemimpinan dalah soft skill yang harus mulai dilatih sejak dini supaya anak lebih percaya diri. Misalnya, anak yang diajarkan kosa kata yang beragam akan lebih cepat memahami lingkungan karena ia lebih memahami makna kata. Maka, tak heran bila anak yang menjadi pemimpin biasanya memiliki potensi dan menonjol. “Mereka juga tidak mudah grogi, bisa memecahkan masalah, dan suka mengatur orang lain. Bakat ini terlihat dari kecil


Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi untuk mengembangkan jiwa kepemimpinan. Namun seringkali tanpa disadari, orang-orang dewasa di sekitarnya yang secara tidak langsung menghambat matangnya jiwa kepemimpinan sang buah hati. 

Sesekali cobalah Anda perhatikan si kecil saat bermain dengan teman-temannya. Apakah ia cenderung mengatur dan mengoordinasi teman-temannya? Lebih senang mengalah dan melerai jika ada temannya yang sedang bertengkar? Atau cenderung pendiam dan memilih bermain sendiri?


Mungkin hal tersebut terlihat sepele, tapi dari  melihat cara si kecil bermain bisa menjadi salah satu cara menilik sifat dan karakter, sekaligus menengarai jiwa kepemimpinannya. Memiliki jiwa kepemimpinan yang baik merupakan salah satu atribut karakter yang diamini sebagai salah satu modal utama untuk mencapai kesuksesan kelak. Karakter ini tidak muncul dalam waktu singkat, melainkan proses pembelajaran seumur hidup, yang dimulai sedari si kecil mulai belajar berinteraksi dalam lingkup sosialnya.


Beberapa aspek menyangkut Ciri jiwa kepemimpinan yang baik telah tumbuh, di antaranya:
-       Kemampuan berkomunikasi
-       Kemampuan memberi solusi
-       Kemampuan mengorganisasi
-       Kemampuan berpikir kreatif.

Apakah aspek tersebut terkesan muluk? Tidak, karena prinsip-prinsip tersebut sesungguhnya bisa ditemui dalam proses sosialisasi dengan lingkungan sekitar sehari-hari. Orangtua, guru, dan anggota keluarga lainnya turut berperan dalam pengembangan kualitas diri ini.

Darimana Anak Meniru Gaya Kepemimpinan?

Pelajaran pertama tentu diserap dari lingkungan dalam keluarga. Pada tahap selanjutnya, lingkungan sekolah akan bersifat saling melengkapi dengan kehidupan dalam keluarga. Guru pun punya peranan tak kalah besar dalam proses membangun sifat kepemimpinan dalam jiwa anak.


Satu hal yang perlu diingat, dalam tahap perkembangan awal, anak adalah imitator ulung orangtuanya. Berbagai perilaku dan nilai yang dianut orangtua secara langsung maupun tidak akan diserap anak dan terinternalisasi dalam dirinya. Contoh yang nyata sudah banyak, misalnya KH. Haikal Fikri yang sangat mirip dengan Alm. KH. Zainuddin MZ, atau banyak sekali ketua organisasi tertentu dimana sang anak juga terlibat disana sebagai pemimpin muda.

Jangan kaget bila orang tua sering membahas masalah  politik, ummat, negara di dalam rumahnya meski lewat perbincangan dengan tamu. Maka secara tidak langsung anak akan ikut merasakan emosi tersebut ke dalam jiwanya, bahkan memiliki wawasan yang lebih diatas rata-rata usinya. Pastinya dukungan keluarga sangat berperan dalam membentuk kepribadiannya ke depan.

Related Posts:

3 Faktor Internal Pengaruhi Sikap Pemberontak Anak

Marah, memukul dan merusak benda-benda di sekitarnya, hingga membantah segala omongan orang tua, bisa jadi bentuk ekspresi kejengkelan anak yang tak bisa diungkapkan. Untuk itu, bersikap bijak, memberi perhatian dan kasih sayang yang tepat akan mencegah si kecil menjadi sosok pemberontak.

Sebenarnya ada dua faktor yang membuat anak memiliki karakter suka membantah orang tua. Yang pertama adalah faktor internal atau diri anak itu sendiri dan yang kedua adalah faktor lingkungan. Kalau sampai anak memberontak, itu pasti ada sesuatu pada diri anak tersebut. Mungkin dari diri anak itu sendiri ataupun pengaruh lingkungannya terutama orang tua.

3 Faktor Internal Pengaruhi Sikap Pemberontak Anak

Sebelum mencari atau bahkan mengambinghitamkan faktor lingkungan, alangkah baiknya cermati terlebih dahulu tiga faktor internal dalam diri anak berikut ini.

1. Mungkin Alami Gangguan Mental Organik.

Anak mungkin mengalami gangguan mental organik, yaitu gangguan pada otaknya. Bisa jadi sebelumnya anak mengalami infeksi otak (meningitis). Hal ini ditandai dengan gejala-gejala gangguan mental seperti marah tanpa sebab, memukul, dan tiba-tiba tidak mengenal ibunya, sedangkan anak itu sendiri tidak mengetahui mengapa dia berbuat demikian.


2. Retardasi Mental.

Yaitu suatu kondisi terhentinya perkembangan intelektual anak. Hal ini ditandai dengan IQ yang kurang dari normal, disertainya terlambatnya perkembangan sosial. Misalnya saja anak usia 10 tahun, namun suka bergaul dengan anak yang usia di bawahnya karena apabila dengan sebayanya maka si anak tidak memahami.

Orang tua anak dengan retardasi mental biasanya kurang bisa memahami apa yang diinginkan anak, sehingga anak tidak dimengerti oleh orang tua, membuat anak jengkel dan memberontak.

3. Gangguan ADHD.

ADHD singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dimana biasanya anak mengalami gangguan konsentrasi, gangguan imusif atau hiperaktif. Gangguan tingkah laku pada anak ini apabila tidak ditangani, saat besar nanti bisa mengalami gangguan anti-sosial seperti suka merampok, suka berbohong, atau lari dari rumah.

Orang tua harus mampu menangkap gangguan perilaku seperti adanya sikap yang sadis terhadap binatang, suka mainan yang berbahaya seperti bermain api dan sebagainya.

Related Posts:

4 Hal Yang Dapat Menyebabkan Fobia Pada Anak


Fobia bisa diartikan sebagai kondisi ketakutan yang teramat sangat terhadap suatu benda atau kejadian. Ketakutan yang berlebihan ini menyerang psikis anak dan membuat anak menjadi mudah mengingat apa-apa yang ia takutkan dan bahkan bisa terbawa hingga dewasa.
Reaksi fobia bisa bermacam-macam, mulai dari reaksi berteriak histeris, menangis, marah, pingsan bahkan ada yang sampai pada kondisi kejang akibat traumatik yang dialami si penderita.

Sebagai orang tua, perlu waspada akan macam-macam fobia yang sering membayang-bayangi kehidupan anak. Fobia yang menimpa anak-anak tidak bisa terus dibiarkan. Semakin dibiarkan, tingkat ketakutannya akan semakin parah dan ini tentu tidak baik untuk kondisi psikologinya.

4 Hal Yang Dapat Menyebabkan Fobia Pada Anak adalah :

1. Ketakutan terhadap benda-benda tertentu
Banyak anak yang begitu histeris ketika dihadapkan pada suatu benda, Bisa saja sebelum anak Anda menjadi penderita fobia untuk benda-benda tertentu itu, ia pernah terluka atau tersakiti oleh benda-benda yang akhirnya ditakutkannya itu. Misalnya saja, topeng pernah membuat anak Anda terkejut dan kemudian menangis histeris. Karet gelang pernah melukai si anak pada saat main ketepel. Atau bisa juga anak pernah “ditakut-takuti” oleh benda-benda tersebut, sehingga memori yang melekat dalam ingatannya tentang benda-benda yang ditakutinya tersebut adalah bayangan yang menakutkan. Peristiwa-peristiwa buruk berkaitan dengan benda-benda itulah yang membuat anak Anda tidak ingin lagi berhadapan atau berurusan dengan benda-benda yang ditakutkannya itu.

2. Ketakutan terhadap lingkungan Sosial
Banyak anak yang menjadi enggan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dikarenakan sebelumnya ia pernah mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan dengan seseorang atau beberapa orang yang dihadapinya. Misalnya, anak pernah berinteraksi dengan seseorang atau beberapa orang yang berkarakter pemarah dan suka menertawakan. Orang-orang seperti itu membuat anak takut dan minder. Ia berusaha menarik diri dari lingkungan sosial manapun yang ia hadapi karena beranggapan bahwa semua lingkungan sosial pasti menyajikan orang-orang dengan karakter pemarah dan suka menertawakan.

Padahal perkiraannya itu sama sekali tidak benar. Ketakutannya yang amat sangat itulah yang membuat kesan seolah-olah semua orang baru yang dikenalnya memiliki karakter yang tidak bersahabat dan mengancam ketenangannya. Itu sebabnya mengapa sebagaian anak menjadi malas pergi ke sekolah ketika ia baru pertama kali terdaftar sebagai murid. Itu pula sebaBbnya mengapa anak Anda menjadi begitu penakut untuk tampil di depan umum saat diminta bernyanyi di acara ulang tahun atau di kemeriahan lainnya. Takut ditertawakan atau takut dimarahi jika salah membuat anak menjadi penderita fobia lingkungan sosial.

3. Ketakutan terhadap hewan-hewan tertentu
Hewan-hewan tertentu yang biasanya tidak menakutkan bagi sebagian anak, bisa menjadi sesuatu yang sangat menakutkan untuk sebagian anak yang menderiat fobia. Ada anak yang begitu takutnya terhadap kucing, anjing, cicak, atau bahkan takut pada monyet yang sebenarnya lucu dan tidak berbahaya. Tidak heran jika beberapa anak penderita fobia sangat enggan mengunjungi kebun binatang yang di dalamnya terdapat binatang-binatang yang ia takutkan.

4. Ketakutan  terhadap kondisi tertentu
Kondisi tertentu seperti ruang gelap, lampu yang terang benderang, suhu yang dingin, ruangan yang pengap, petir, hujan, banjir, angin dan ombak bisa membuat anak menderita ketakuatan yang luar biasa. Banyak anak yang menolak dan lebih memilih menangis sejadi-jadinya ketika lampu kamarnya harus dimatikan saat ia tidur. Dalam bayangannya, kegelapan adalah sesuatu yang sangat menakutkan.

Bisa juga suatu peristiwa yang tidak mengenakkan pernah terjadi ketika si anak melihat bagaimana banjir, angin topan, petir atau ombak menerpa rumahnya dan melenyapkan nyawa orang-orang yang ia sayangi. Latar belakang menakutkan seperti itulah yang bisa menjadi penyebab mengapa anak Anda menjadi fobia terhadap kondisi tertentu.

Related Posts:

Cara Menghindari Kalimat Yang Tidak Baik Untuk Psikologi Anak


Beragam kalimat yang seharusnya tak didengar oleh Anak kadangkala justru menjadi santapan sehari-hari. Padahal, beberapa kalimat memiliki kemampuan untuk memengaruhi hingga menyakiti hati seorang anak.

Karena kesibukan dan akibat stress yang tinggi  banyak membuat orang tua kurang sabar dalam hal mendidik anak untuk membuatnya lebih disiplin. Sangat penting untuk menjaga komunikasi yang baik, hindari mengomel dan tahan emosi dengan tidak melontarkan kata-kata yang tidak bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak.

Berikut Kalimat yang tidak baik untuk psikologi anak dan cara  atau solusi  menghindarinya:

"Dasar cengeng…"

Jika menjumpai anak yang sering menangis, boleh jadi karena anak tersebut kurang bisa menyampaikan emosionalnya lewat kata-kata.
Menangis adalah cara seorang anak, khususnya anak-anak usia dini, untuk mengekspresikan perasaan mereka. Ketika mereka kesal, lelah, atau takut, mereka akan menangis. Wajar memang jika orangtua lebih mengidamkan anak yang jarang menangis. Namun, menyebut anak sebagai cengeng tentu tidak tepat, juga tidak bermanfaat.

Solusi : 
Jangan terburu melontarkan kata-kata yang “menyakitkan” seperti itu, sebaiknya kenalkan anak pada emosi yang ia rasakan lebih dulu. Dengan demikian, Anda telah membantu memberinya kata yang tepat untuk mengekspresikan perasaan. Bahwa ada kata yang bisa mengekspresikan perasaannya selain dengan menangis, sekaligus menunjukkan bagaimana caranya berempati terhadap orang lain. Jangan heran jika anak tak lagi hobi menangis dan menggantinya dengan menyampaikan perasaannya secara langsung lewat kalimat.

"Duh, kamu ini Nakal Sekali…"

Memberi label "negatif" justru akan menjadi pengakuan yang semakin membuat anak yakin bahwa ia memiliki sifat seperti yang “dituduhkan”.
Anak-anak, khususnya anak usia dini, memercayai begitu saja apa yang mereka dengar tanpa banyak bertanya. Misalnya, ketika anak berlaku kasar terhadap teman dan Anda memarahinya dengan menyebut Si Kecil “nakal”.

Solusi : 
Sebaiknya, Anda memberi tahu bahwa kebiasaan atau perilaku tersebut kurang baik, tanpa menyebut kata sifatnya. Misalnya, “Adit sangat sedih, lo, waktu kamu bilang ke teman lain agar tidak bermain bersama dia. Yuk minta maaf dan hibur.”

Ingat, anak-anak akan menyimpan dan mengingat kuat-kuat kalimat-kalimat tersebut di dalam benaknya sampai ia dewasa. Rata-rata orang dewasa pun, lebih ingat saat dulu ia disebut bodoh oleh orangtuanya, ketimbang saat dipuji. Tentu Anda tak ingin kelak buah hati merasa demikian.

“Contoh, tuh, kakak kamu…”

Membandingkan anak dengan saudara atau teman-temannya menunjukkan bahwa Anda menginginkan anak menjadi seseorang yang berbeda. Bahkan bila sampai memaksa atau menekan anak untuk mengerjakan sesuatu yang tak ia sukai atau belum saatnya dia lakukan, bisa-bisa membuat anak bingung dan kehilangan kepercayaan dirinya. Kehilangan kepercayaan diri di depan orangtua, bisa membuat ia merasa tak disayang dan kecil hati hingga dewasa nanti.

Memang, lumrah saja bila orangtua membandingkan anak yang satu dengan anak lainnya. Maksud awalnya tentu untuk menjadikan sosok pembanding itu sebagai referensi perkembangan dan perilaku yang patut dicontoh. Namun pahamilah bahwa setiap anak mengembangkan kemampuan mereka masing-masing atas apa yang mereka lakukan atau terima, juga memiliki temperamen dan kepribadian masing-masing yang tak bisa disamakan.

Perlu diingat...jika Anda terlalu sering memuji sang kakak, maka akan ada rasa cemburu pada hati si anak, bahkan tak jarang membuatnya dendam dan tak suka dengan kakanya. Perasaan seolah diperlakukan tidak adil bisa membekas hingga dewasa.

Solusi : 
Jadi, coba gantilah kalimat Anda dengan kalimat seperti, “Hebat, ya, kalian berdua, belajar baren, makan pagi habis. Mama senang, deh.”

“Yang Pinter Gitu lho...”

Sama halnya membanding-bandingkan, kalimat seperti ini bisa berdampak luar biasa. Ingat, belajar adalah sebuah proses trial and error . Anak boleh jadi tidak tahu bahwa mengambil cokelat dari kulkas bisa dilakukan tanpa perlu membuat kulkas berantakan. 

Solusi : 
Apabila diingatkan dan diberi tahu bagaimana seharusnya ia mengambil dengan baik, tentu akan lebih baik untuk perkembangannya.
Namun, jika suatu hari anak melakukan kesalahan serupa pun, kalimat seperti ini tetap saja tidak suportif dan tak bermanfaat. Lebih baik, sampaikan secara spesifik, seperti, “Kalau mau mengambil cokelat, Adik boleh, kok, minta tolong Mama…”

"Cukup atau Mau dihukum!"

Ancaman biasanya muncul akibat orangtua frustrasi menghadapi tingkah anak. Biasanya, cara ini juga tidak akan efektif. Contoh kalimat lain seperti, “Ayo kerjakan tugasmu atau tak usah sekolah saja.” Atau, “Kalau kamu lakukan sekali lagi, Mama akan pukul!” sebenarnya tak efektif untuk membuatnya tak melakukan kesalahan lagi.

Masalahnya, cepat atau lambat, Anda harus mewujudkan ancaman itu agar tetap memiliki kekuatan di hadapan anak. Perlu diketahui, semakin dini usia anak, semakin lama pula ia memahami perintah. 

Solusi : 
Strategi disiplin tak bisa langsung dipahami oleh anak yang masih balita maupun yang lebih besar. Jadi, akan jauh lebih efektif mengembangkan taktik yang konstruktif atau melakukan sanksi ‘time-out’ , ketimbang memberi ancaman verbal.

"Ayo, Cepat!, Jangan Lelet..."

Rasanya di jaman yang serba cepat, siapa, sih, yang tidak pernah mendengar kaimat seperti itu? hampir setiap pagi orangtua memburu-buru anaknya supaya segera mandi, makan, memakai seragam dan sepatu, dan seterusnya.

Coba ingat-ingat, berapa kali Anda meminta anak untuk segera atau buru-buru melakukan sesuatu dalam sehari? Jika itu rutin Anda lakukan, sebaiknya Anda waspada. Anak akan merasa bersalah karena telah membuat orangtuanya menjadi begitu “heboh” dan panik, tetapi hampir tidak ada anak yang kemudian berubah perilakunya.

Solusi : 
Daripada membentak dan memburu-buru anak setiap pagi, lebih baik mencari cara yang lebih baik dan efektif, “tenang” untuk meminta anak melakukan sesuatu. Misalnya, mengambilkan anak sepatu, mematikan TV agar anak tidak menonton acara kartun sambil makan pagi, bangunkan anak lebih dini, dan sebagainya.


*Dari berbagai sumber

Related Posts:

Label