Stimulasi untuk Merangsang Sensori

Sensori yang dimaksud di sini adalah sensori integrasi. Yaitu sebuah proses otak alamiah yang tidak disadari. Dalam proses ini, informasi dari seluruh indera akan dikelola kemudian diberi arti lalu disaring, mana yang penting dan mana yang diacuhkan.

Proses ini memungkinkan kita untuk berperilaku sesuai dengan pangalaman dan merupakan dasar bagi kemampuan akademik dan perilaku sosial.

Seorang harus harus belajar mengatur seluruh informasi sensorik yang masuk ke dalam tubuh jika ingin bergerak, belajar dan berperilaku. Sensorik tersebut memberikan informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan di sekitarnya.

Singkatnya,anak dengan gangguan sensori integrasi seringkali salah mengartikan informasi sensorik yang masuk. Anak merasa seperti dihujani dengan informasi dan tak mampu memproses informasi yang masuk.

Stimulasi untuk Merangsang Sensori


Ahli neurologi anak sangat menyarankan kepada orang tua untuk memberikan stimulasi dengan memperbanyak kegiatan yang merangsang sensorik sebanyak mungkin sesuai dengan tahapan usia anak.

Diantaranya adalah:

1. Main sepeda.

Hal ini sangat baik untuk melatih otak menerima rangsangan dari lingkungannya untuk melatih penglihatan, koordinasi motorik, visual-motor, keseimbangan dan lain sebagainya.

2. Lakukan aktivitas fisik.

Seperti berayun, meniti titian, meluncur, bermain bola dan sebagainya.

3. Berikan anak makanan dengan tekstur yang berbeda-beda.

4. Biarkan anak berjalan di permukaan yang berbeda-beda tanpa alas kaki.



5. Biarkan anak bermain dengan bahan yang berbeda-beda teksturnya, seperti tanah liat, pasir, lilin, grlembung sabun dan sebagainya.

6. Biarkan anak bereksplorasi bebas terhadap semua input sensori.

Perlu diingat, stimulasi dilakukan dalam rangka bermain sehingga anak tetap merasa nyaman. Ketika anak memulai suatu aktivitas yang sudah dikuasainya dan anak merasa nyaman, maka anak akan terdorong untuk mencoba tantangan baru.

Dorongan yang diperlukan untuk memunculkan respon adaptif adalah dorongan dari dalam diri anak atau motivasi intrinsik.

Related Posts:

Supaya Anak Semangat Mengerjakan PR

Terkadang orang tua sempat dibuat bingung karena kelakuan anaknya pada saat mengerjakan PR (pekerjaan rumah). Pasalnya anak selalu saja lirak-lirik kepada orang tuanya seperti hendak bertanya tentang sesuatu.

"Ma, nomor dua ini jawabnya apa?" tanya si anak kepada ibunya sambil corat-coret di kertas karena setelah dihitung berkali-kali kok tidak ada jawaban yang tepat.

Hal-hal tersebut adalah wajar terjadi, karena belum tentu orang tua bisa menjawab soal yang ditanyakan anaknya karena orang tua bukanlah profesor.


Perlu ditegaskan bahwa pada saat mendampingi anak dalam belajar, perlu juga disertai dengan pemahaman gaya belajar anak dan gaya belajar orang tua sendiri.

Seringkali terjadi bahwa orang tua tidak sabar ketika membantu si kecil mengerjkan PR, misalnya saja PR matematika. Bahkan terkadang orang tua tak mau repot, main asal jawab saja tanpa menjelaskan cara atau rumusnya.

Orang tua yang langsung memberikan jawabannya dan anak tak diberitahu rumus atau caranya maka akan berakibat anak tidak bisa menjadi mandiri.




Berikut 4 cara agar anak bersemangat untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

1. Kenali gaya belajar anak.

2. Ciptakan suasana yang menyenangkan.

3. Jalin komunikasi dengan guru tentang bagaimana cara belajar anak.

4. Jangan paksakan jika kondisi orang tua sedang tidak siap untuk mendampingi anak belajar karena nantinya akan mudah terpancing emosi.

Related Posts:

Stop Kekerasan Verbal pada Anak

Kekerasan bisa diartikan sebagai suatu perilaku untuk menyakiti sehingga korban akan mengalami kerugian atau kerusakan. Perilaku menyakiti ini bisa dalam bentuk verbal maupun fisik.

Sedangkan kerugian yang dialami oleh korban bisa berupa fisik, materi maupun psikologis.

Mungkin disadari ataupun tidak, banyak sekali para orang tua yang ada di sekitar kita telah melakukan kekerasan verbal atau kekerasan melalui kata-kata. Bisa saja dengan berteriak kepada anak, melontarkan kata kasar dan sebagainya.

Bahkan kekerasan verbal ini lebih sering dilakukan ketimbang kekerasan fisik, dan bahkan bisa menjadi kebiasaan atau secara berulang-ulang dilakukan.
Orang tua yang cakap teknologi, sudah saatnya untuk stop kekerasan verbal sekarang juga karena hal tersebut bisa berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya.

Kalau berbicara mengenai kekerasan verbal, tidak dapat dipisahkan dengan komunikasi non verbal. Misalnya saja tatapan mata, melotot, senyum, adanya intonasi, tekanan dan tempo pada saat berbicara dan sebagainya.

Sehingga kekersan verbal itu bukan saja hanya terbatas pada kata-kata atau pernyataan, kata kasar saja, namun juga melibatkan komunikasi non verbal.

Pemicu Kekerasan Verbal


Kekerasan verbal terjadi karena tak lepas dari faktor pemicu. Dan yang paling sering terjadi pada umumnya adalah karena kondisi orang tua pada saat itu sedang tidak baik.

Misalnya saja kecapekan setelah beraktivitas seharian atau sedang mengalami stres karena suatu hal.

Sehingga orang tua kurang memiliki rasa toleransi pada saat itu dalam menghadapi berbagai kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Setelahnya, biasanya orang tua akan merasa menyesal karena telah melakukan kekerasan verbal kepada anak.

Selain itu, orang tua yang masa kecilnya pernah mengalami kekerasan verbal juga bisa menjadi pemicu untuk melakukan tindakan yang sama.




Mempengaruhi Psikologis Anak


Saat yang tepat dalam pembentukan ego dan self esteem anak ketika mereka berumur antara 2 - 12 tahun. Pada fase ini, anak akan menyerap banyak informasi namun belum memiliki kemampuan menata informasi yang masuk.

Semua informasi yang didapat akan masuk dan diserap tanpa ada kemampuan memilah mana informasi yang perlu disimpan di memori dan mana yang tidak.

Akibatnya semua kata-kata kasar yang sudah dilontarkan orang tuanya akan terekam oleh anak dan selanjutnya akan masuk ke alam bawah sadar si buah hati.

Jika Sudah Terlanjur


Apa yang terjadi kalau sudah terlanjur? Biasanya anak akan merasa sakit hati, terlihat murung, dan takut. Kalau sudah begini, orang tua harus sesegera mungkin menyadari kesalahannya.

Dekatilah buah hati dan sampaikanlah permintaan maaf. Hal ini penting, agar anak bisa mengetahui dan memahami bahwa setiap orang pasti mempunyai salah.
Lazada Indonesia
Sehingga anak akan belajar menjadi orang toleran dan bisa menerima kesalahan orang lain.

Selanjutnya, selain meminta maaf, sebaiknya orang tua menjelaskan kenapa bisa mengeluarkan kata-kata kasar tersebut. Dengan begitu, anak akan memahami kondisi orang tuanya.

Setelah permintaan maaf dan alasan marah, selanjutnya sebaiknya orang tua memeluk anaknya dengan perasaan kasih sayang.

Meskipun keerasan verbal tidak akan hilang selamanya, namun minimal anak akan menimpannya di memori dengan sesuatu yang baik, bukan sebuah luka dan sakit hati.

Anak juga bisa belajar bahwa seseorang itu bisa melakukan kesalahan, anak belajar toleransi, memahami kondisi orang lain dan sekaligua belajar untuk memeaafkan kesalahan orang lain.

Lazada Indonesia

Related Posts:

Bahaya Membanding-bandingkan Anak

Orang tua manapun pasti ingin anaknya tampil menonjol atau minimal sepadan dengan anak-anak lainnya yang sebaya dengannya. Namun bila ternyata si kecil berbeda sendiri, tanpa disadari terkadang orangtua menjadi senewen.

Dari situ, para orang tua mulai membandingkan anaknya dengan anak lain atau bahkan membandingkannya dengan saudaranya sendiri yang sekandung.

Membandingkan disini bukan hanya pada kemampuan bicara, makan, minum, aktivitas lain, namun juga kemampuan secara akademis seperti mengenal huruf, angka, warna dan sebagainya.


Kemudian apa akibatnya jika orang tua membanding-bandingkan kemampuan anaknya? Lalu bagaimana dampaknya terhadap anak itu sendiri? Kasihan kan anaknya.

Bahaya Membanding-bandingkan Anak


Menurut para ahli psikologi, penyebab orang tua suka membanding-bandingkan si kecil sebenarnya sederhana dan mudah saja karena hal faktor budaya dan kebiasaaan.

Tanpa disadari, orang tua terkadang menganggap orang lain memiliki sesuatu yang lebih bagus darinya sehingga ada perasaan kompetitif dan merasa tersaingi.




Dan pada saat itu, kita jadi memiliki keinginan untuk menjadi yang terbaik dibandingkan orang lain. Tak mengapa karena itu menjadi sesuatu yang positif.

Dampak Positif


Sebenarnya jika dilakukan dengan tepat, membandingkan kemampuan anak dengan anak lainnya bisa memberikan dampak positif. Misalnya sebagai saranaintrospeksiemampuan diri sendiri. Di sini, perbedaan kemampuan tersebut dilihat sebagai pelecut motivasi agar menjadi lebih baik.

Namun, membandingkan kemampuan atau tumbuh kembang anak terhadap orang lain tidak selamanya positif. Namun bisa juga menimbulkan banyak dampak negatifnya.
Lazada Indonesia

Dampak Negatif


Jika terus menerus membandingkan anak, baik dalam jangka panjang maupun pendek, tentu akan membuat anak menjadi minder, tidak percaya diri serta menilai rendah dirinya sendiri.

Parahnya lagi, hal tersebut bisa memberikan efek berkepanjangan hingga anak menjadi dewasa nantinya.

Selain itu, membandingkan anak juga akan menimbulkan trauma pada anak. Si anak juga akan tumbuh menjadi sosok yang sulit untuk puas terhadap dirinya dan selalu ingin lebih dari orang lain.

Related Posts:

7 Perbedaan Orangtua Masa Sekarang dan Dulu

Bukan gaya hidup dan teknologi saja yang mengikuti perubahan zaman.Cara mengasuh anakpun mengikuti mode trends juga. Kalau pada zaman dahulu jarang ditemui orangtua yang mengabadikan setiap momen perkembangan buah hatinya.

Tapi kini, sejak masih di dalam kandungan saja sudah diabadikan. Apalagi kalau buah hati sudah lahir, bisa ini dan bisa itu, semuanya tak luput dari jepretan kamera.

Semuanya bisa terekam dengan lengkap, bahkan tak sedikit yang berbagi momen ini di media sosial. Teknologi dan gadget sangat mempengaruhi sifat orangtua kepada anaknya.
Memang sebenarnya yang paling membedakan orang tua kini dan dulu adalah masalah waktu, kuantitas interaksi antara orangtua dan anak.

Saat sekarang ini, bukan hanya karena faktor pekerjaan, kemacetan, kegiatan sosial dan kebutuhan lainnya, membuat orang tua semakin sulit mendapatkan kuantitas waktu untuk berinteraksi langsung dengan anak.

Yang pasti, perubahan pasti akan terjadi dan tak bisa dihindari. Dan terlepas dari soal beda antara orang tua zaman dahulu dan kini, berikut ini perbedaan kelakuannya.

7 Perbedaan Orangtua Masa Sekarang dan Dulu


1. Serba gadget.

Orangtua zaman dulu:

Cara berkomunikasi orang tua zaman dahulu belum scanggih sekarang. Paling mewah punya telepon rumah dan itu pun tak semua rumah memilikinya. Bagi yang tidak punya, jika terpaksa sekali ingin menghubungi salah satu orangtuanya, maka harus mendatangi fasilitas telepon umum.

Karena seringnya berkomunikasi lewat tatap muka, bertegur sapa, saat sarapan atau makan malam, hubungan antara orang tua dan anak terjalin jauh lebih dekat.

Orangtua kini:
Dengan adanya telepon genggam, dari mana pun anak bisa menghubungi orang tuanya. Orangtua yang ingin mendapatkan informasi seputar anak, ada aplikasinya.

Gadget memudahkan orang tua dan anak untuk saling berhubungan satu sama lain, meskipun tidak seintens bertemu langsung tatap muka dan mengobrol.

2. Sering pamer anak.

Orangtua zaman dulu:
Dahulu, orang tua tak begitu tertarik untuk mengabadikan momen anak-anaknya. Paling banter menggunakan kamera manual, dicetak, dimasukkan album foto atau ditempelkan di dinding.

Orangtua kini:
Maraknya media sosial, jangan momen penting, bangun tidur pun diabadikan dan dishare di media sosial agar semua orang tahu bahwa inilah anak saya.

Perkembangan anak apaun itu, dipamerkan di media sosial agar kerabat dekatnya bisa mengetahui keadaan anak cucunya tanpa perlu berkunjung ke rumahnya.




3. Rasional dalam memakai obat.

Orangtua zaman dulu:
Dulu, kalau anak sakit, cenderung memilih menggunakan obat-obatan warisan dari kakek dan neneknya. Kalaupun harus ke dokter, orang tua cenderung menurut saja jika diberi obat tanpa peduli apakah kandungan obat yang diberikan dokter tersebut adalah benar.

Orangtua kini:
Inilah hebatnya internet, orang tua sebelum memeriksakan anaknya ke dokter, selalu searching terlebih dahulu di internet, apa yang harus dilakukan.

Dengan melihat gejalanya, sebisa mungkin orang tua tidak menggunakan obat antibiotik terlebih dahulu, dan biasanya para orang tua berhail melakukannya.

4. Pengasuhan dengan bantuan orang lain.

Orangtua zaman dulu:
Lebih senang mengasuh anak tanpa bantuan orang lain. Karena kebanyak ibu-ibu zaman dulu tidak bekerja sehingga memiliki banyak waktu luang.

Orangtua kini:
Banyk ibu yang memiliki peran ganda, mengasuh dan bekerja. Hal ini menimbulkan inisiatif untuk menyewa pengasuh anak.

5. Jadi anggota komunitas.

Orangtua zama dulu:
Dalam mengasuh anak, orangtua mendapatkan ilmu asuh dari warisan neneknya. Kalaupun tidak, bisa belajar dari kerabat atau tetangganya. Bahkan ada yang otodidak.

Orangtua kini:
Beramai-ramai membuat komunitas tertentu dalam hal ini parenting. Muali dari kandungan, persalinan dan asuh anak semuanya dibahas di sana dengan gratis.
Lazada Indonesia

6. Sering "Menyogok" anak.

Orantua zaman dulu.
Ibu lebih banyak waktunya untuk anak. Ayah bekerjapun tak jadi soal karena masih ada ibu yang menemani anak kapan saja.

Orangtua kini:
Orangtua bekerja semua sehingga tak ada waktu untuk kebersamaan. Orang tua terkadang malah "menyogok" anak untu berlibur suatu saat kalau orangtua sudah ada free.

7. Merasa bersalah jika marah ke anak.

Orangtua zaman dulu:
Cenderung lebih keras dalam mendidik anak terkadang hingga disertai cubitan dengan tujuan anak tidak mengulangi perbuatan yang sudah dilakukannya.

Orangtua kini:
Banyaknya ilmu parenting serta ahli psikologi anak, terkadang orang tua akan merasa bersalah dan menyesal ketika memarahi anak suatu waktu.

Alhasil, orangtua seringkali membiarkan saja karena tidak tega memarahi anak meski dalam hati sangat kesal.

Related Posts:

Cara Mengajari Anak Etika Bersepeda

Apakah anak Anda sudah mahir bersepeda?

Sudah saatnya memperkenalkan kepada anak etika dalam bersepeda, yang pada sesi luasnya diperkenalkan pula etika dalam berlalu lintas buat buah hati.


Selain memberikan pengalaman dan pemahaman, orang tua bisa menjelaskan sebab akibat, dengan memberikan contoh yang baik dalam berkendara atau menggunakan fsikitas umum.

Orang tua bisa memberikan pola permainan atau diskusi yang akan membuat anak mudah dalam mengingat apa yang harus dilakukan. Yang terpenting pada saat mengajarkan sesuatu kepada anak, berikan informasi yang benar dan lakukan secara konsisten.




Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengajari etika pada anak saat bersepeda.

6 Langkah Cara Mengajari Anak Etika Bersepeda


1. Memakai helm.

Biasakan anak untuk memakai hel saat bersepeda guna melindungi kepala. Bisa ditambahkan memakai baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu tertutup untuk menghindari luka atau lecet saat jatuh.

2. Tempat yang aman untuk bersepeda.

Carilah tempat yang aman untuk anak bersepeda. Idealnya di lapangan berumput yang cukup luas dan rata karena rumput sebagai bantalan agar tidak terlalu sakit saat jatuh.

Bila tidak ada, bisa dilakukan di lapangan atau di jalan. Yang penting, tempatnya luas, permukaannya rata dan tidak ramai dengan kendaraan lain.


3. Pakaian terang.

Kenakan pakaian yang terang, jika perlu dengan warna yang mencolok dengan tujuan agar mudah terlihat oleh pengendara lain.

4. Mengontrol laju sepeda.

Ingatkan anak agar selalu mengontrol laju sepedanya, tidak mengebut, tidak ugal-ugalan. Beri ruang untu pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya.

Beritahu anak jarak aman antara dirinya sendiri dengan pengendara lain. Juga jaga jarak dengan tepi trotoar.

5. Lampu penerangan.

Jangan biarkan anak bersepeda pada kondisi penerangan rendah atau gelap tanpa lampu sepeda depan, belakang dan reflektor.

6. Bunyikan bel jika darurat.

Ingatkan anak untuk membunyikan bel atau klakson dalam kondisi darurat. Jelaskan fungsi bel sebagai peringatan kepada pemakai jalan di depan anak agar memberi jalan atau hati-hati.

Related Posts:

8 Rahasia Anak yang Cerdas Linguistik

Siapa orang tua di dunia ini yang tak ingin anaknya cerdas dengan tingkat IQ yang tinggi seperti Albert Einstein. Otaknya hebat sehingga tiap kali menjadi jawara di kelasnya.

Tapi ingat, anak yang dinamakan cerdas tidak hanya secara matematika logis saja meskipun secara umum memang cerdas matematika logis yang selalu diharapkan.

Masih ada tipe cerdas-cerdas lainnya seperti cerdas secara linguistik. Meskipun bukan matematika, namun anak yang cerdas secara linguistik ini patut diperhitungkan juga. Berapa banyak para penterjemah di Indonesia yang turut menyertai acara-acara besar yang diadakan. Mereka itu memang matematikanya hanya standar saja, namun mereka sangat lihai berbicara meskipun dengan bahasa asing.
Sebenarnya, sudah sejak kecil, orang yang cerdas linguistik itu terlihat. Mereka mampu mengolah kata dengan baik, baik dengan tulisan maupun dengan lian.

Justru kecerdasan lingustik ini sangat perlu untuk anak-anak. Karena kecerdasan linguistik sangatlah menentukan cara berpikir buah hati kita. Anak akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain. Dan secara tak langsung, si anak akan mampu menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial.

Lagian, anak yang memiliki kecerdasan linguistik akan sangat mudah untuk mempelajari dan memahami bahasa-bahasa baru, fokus pada permasalahan yang dihadapi, tajam menganalisis, menyimpulkan dan menguraikan kembali dengan bahasanya sendiri.

Dengan demikian, mereka secara aktif akan memakai bahasa untuk mengekspresikan obyek yang diamati atau memberikan tanggapan terhadap suatu pernyataan.




Bagi orang tua, ada beberapa ciri yang patut diamati, apakah si buah kita memiliki kecerdasan linguistik ataukah tidak. Ciri-ciri tersebut akan dijelaskan melalui pembahasan di bawah ini.

Berikut 7 Rahasia Anak yang Cerdas Linguistik


1. Gemar dan suka membaca buku.

Tak semua anak memiliki kegemaran membaca. Ada kalanya anak harus dipaksa terlebih dahulu agar mau membaca buku pelajaran sekolah atau ada hadiah yang akan diterima jika anak mau membaca.

Namun anak yang cerdas linguistik ini, tidak usah disuruh atau diiming-imingi hadiah, mereka sudah membaca sendiri buku pelajarannya tanpa perlu orang tua yang repot. Memang anak yang cerdas linguistik sangat suka dan gemar membaca buku apa saja bukan hanya pelajaran sekolah.

Ada banyak faktor yang membuat anak bisa gemar membaca. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang rajin membacakan buku kepada anak, maka cenderung membuat anak-anak mereka menjadi suka membaca.

2. Anak suka bercerita.

Seorang anak yang suka bercerita secara lisan, tidak akan keberatan sama sekali untuk berbagi cerita dengan orang lain. Ia akan menceritakan berbagai hal yang dilihat, didengar serta yang dialaminya.

Misalnya saja ketika ia berkunjung ke kebun binatang dan melihat bermacam-macam hewan. Ia akan menceritakannya kepada siapa saja dengan penuh semangat, kepada guru, teman dan lain sebagainya. Terkadang hal-hal sepele pun bisa menjadi hal yang menarik untuk diceritakan kepada siapa saja.

3. Bisa menulis dengan baik dan hasilnya bagus.

Anak-anak yang bisa menulis dengan sejak kecil sebenarnya memiliki kesempatan dalam mengekspresikan pendapatnya atau perasaannya secara tertulis.

Namun tetap harus diingat bahwa kemampuan untuk menghasilkan tulisan yang baik dan mudah dibaca tidak datang dengan sendirinya. Hal tersebut tetap harus mendapat dorongan dari kita sebagai orang tuanya.

4. Sangat suka permainan kata.

Anak akan sangat suka dengan permainan-permainan kata misalnya saja mencari huruf yang hilang, tebak kata, menyusun kata untuk membentuk kalimat dan sebagainya.

Dalam mengembangkan kebiasaan ini, tentu kita harus berusaha sekreatif mungkin dalam membuat permainan kata agar permainannya bervariatif. Beberapa permainan kata yang umum dikenal antara lain adalah acak kata, puzzle, scrabble, tebak kata dan sebagainya yang sejenis
5. Sangat suka dengan kata yang sulit diucapkan.

Jika anak-anak yang lain yang seumuran dengannya enggan menyebutkan kata yang sulit untuk diucapkan, justru anak yang mempunyai kecerdasan linguistik malah suka dan mudah mengucapkannya.

Ada kalanya kata-kata yang sulit didengar dari orang-orang dewasa ketika bercakap-cakap, dari membaca koran dan tablod, atau ketika sedang mendengarkan berita di radio dan televisi. Mereka akan tertarik dengan kata-kata yang belum akrab atau asing didengar oleh mereka.

6. Mampu berkomunikasi secara verbal dengan baik dengan orang lain .

Mereka yang mempunyai kecerdasan jenis ini akan dengan sangat mudah berkomunikasi dengan orang lain. Mereka akan bisa menyampaikan maksud dan keinginan kepada orang lain secara lebih baik dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas.

7. Sangat suka mendengarkan informasi, berita terkini atau pernyataan-pernyataan secara lisan.

Ia akan sangat suka sekali mendengarkan apa saja yang ada di sekitarnya. Tak heran kalau mereka sangat antusias ketika kita membacakan cerita sebelum tidur atau mereka merasa tidak sabar ketika harus menunggu acara kesukaannya di televisi.

8. Sangat mudah mengingat nama orang, tempat atau hal sepele lainnya.

Anak yang mempunyai kecerdasan linguistik, mereka akan suka mengingat nama-nama orang di sekitarnya, tanggal-tanggal yang dianggap penting dan berkesan, dan hal-hal yng mungki kita anggap sepele.

Adapun kalau anak-anak kita mempunyai salah satu ciri di atas, sebaiknya dipupuk dan dikembangkan agar semakin bermanfaat bagi masa depan si anak.

Lazada Indonesia

Related Posts:

10 Ketrampilan Sosial yang Baik untuk Anak

Kelakuan anak-anak zaman sekarang bikin orang tua mengelus dada. Bayangkan saja, lewat di depan orang yang tua, mereka main lewat saja tanpa permisi terlebih dahulu.

Kalau dibiarkan terus menerus, maka akan terjadi seperti itu sampai tua kelak. Kemana ya sopan santunnya si buah hati. Kita tak bisa tinggal diam saja sebagai orang tua.


Namanya anak, mana bisa disalahkan karena memang mereka belum mengerti adat sopan santun. Jadi, jangan main menyalahkan si kecil terlebih dahulu.

Bisa jadi, si kecil memang belum paham benar arti sopan santun. Atau bisa jadi salah pada kita sebagai orang tua yang tidak mengajarinya sopan santun atau tidak menegur ketika ia lupa melakukan perbuatan yang tidak sopan.

Tidak ada kata terlambat. Masih bisa dibenahi sedari sekarang sebelum anak bertambah usianya.

Berikut ini adalah perilaku-perilaku baik yang bisa diajarkan kepada si kecil. Bukankah sudah seharusnya, anak memanggil orang tuanya dengan santun.

10 Ketrampilan Sosial yang Baik untuk Anak


1. Biasakan si kecil mengatakan kata "Permisi" bila hendak melewati orang yang menghalangi jalan.

2. Biasakan si kecil mengucapkan kata "Tolong" dan "Terima kasih".

3. Biasakan si kecil mengucapkan kata "Maaf" untuk menunjukkan kejujuran atas suatu kesalahan atau ketidaktahuan.

4. Biasakan si kecil mengantre, menunggu giliran akan menunjukkan sikap saling menghargai keberadaan orang lain.

5. Ajarkan si kecil menunjukkan sikap toleransi dengan menerima dan menghargai perbedaan pendapat dan bekerjasama dengan orang lain.



6. Biasakan si kecil untuk meminta izin saat menggunakan barang miliki orang lain.

7. Biasakan si kecil mengucapkan salam saat datang dan pergi di suatu tempat.

8. Membiasakan mengetuk pintu terlebih dahulu jika ingin masuk ke kamar orang lain termasuk kamar kakak atau adik.

9. Ajarkan si kecil untuk peduli kepada orang lain.

10. Ajarkan si kecil bergerak dengan tenang, terarah dan menjaga keteraturan.

Sikap membiasakan mengetuk pintu terlebih dahulu jika ingin masuk kamar kakak atau adik akan bermanfaat untuk menunjukkan penghargaan atas privasi orang lain.
Lazada Indonesia
Berbicara dengan tutur kata dan intonasi yang halus dan mengahampiri orang yang ingin diajak bicara, termasuk memanggil atau berbicara dengan orang lain yang lebih muda umurnya, akan sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak.

Related Posts:

Label