6 Permainan Air yang Bisa Asah Kecerdasan Anak

Biasanya ketika anak sedang bermain air entah itu sedang mandi maupun hujan-hujanan, orangtua selalu menegur agar tidak terlalu lama-lama berkecimpung denga air.

Tak sedikit pulang orangtua yang melarang putra-putrinya ketika bermain air. Takutnya nanti si anak menjadi basah atau nanti sakit, seringkali dijadikan alasan.

Padahal, nyatanya bermain air itu bisa dijadikan sarana belajar bagi anak-anak. Tentu saja dengan aturan-aturn tertentu serta rambu-rambu tertentu.


Bermain air sangatlah seru dan menyenangkan. Namun jangan Anda kehilangan kesempatan emas untuk menyampaikan pengetahuan yang bisa memupuk kecerdasan anak.

Jadi, pilihlah permainan air yang juga bisa mengasah kecerdasan buah hati. Apa saja permainan air yang bisa membantu buah hati semakin cerdas? Berikut enam permainan air yang sangat cocok untuk anak-anak.





6 Permainan Air yang Bisa Asah Kecerdasan Anak


1. Mengenal benda tenggelam dan terapung.

Dengan cara berlomba melemparkan berbagai macam benda ke dalam air dan kemudian mintalah kepada anak untuk menunjuk benda mana saja yang bisa terapung dan tenggelam.

2. Mengisi berbagai wadah.

Seperti mengisi air ke dalam botol, toples, mangkuk dan sebagainya sambil mintalah kepada anak untuk menghitung, engenal sifat-sifat air dan sebagainya.

3. Menyiram bunga.

Ini mengajarkan bahwa tanaman membutuhkan air agar bisa tumbuh dengan subur.

4. Mencuci sepeda.

Sangat menyenangkan bisa berbasah-basahan sambil mempekenalkan bagian-bagian sepeda.

5. Hujan-hujanan.

Biar aman, caranya cukup gunakan payung atau jas hujan dan lihat dan rasakan betapa bahagianya si kecil ketika air menetes di payung. Anda bisa memperkenalkan konsep hujan serta manfaatnya.

6. Menutup dan mematikan kran.

Ini cara ampuh agar anak lebih mengenal manfaat air sesuai dengan kebutuhan.

Related Posts:

Kenali 4 Ciri-Ciri Anak Hebat

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang hebat, pintar serta cerdas.

Namun apakah ciri-ciri dan tanda kalau anak kita tersebut ?

Apakah anak yang pintar ?

Apakah anak yang memiliki IQ tinggi ?

Atau anak yang serba bisa ?

Anak yang hebat pasti sangat disukai oleh semua orang, teman, orang dewasa pun juga kenal dekat.

Mari kita bahas dan mengenali tanda anak hebat yuk. Silahkan lihat penjelasan di bawah ini.

Sebenarnya, yang bisa dinamakan kategori anak hebat tersebut memiliki empat ciri dan salah satunya tentu saja dia harus sehat fisiknya, tidak sakit-sakitan.

Bisa dibilang, bagaimana mungkin seorang anak akan bisa hebat kalau dia sering sakit? Pasti tidak kan? Kalau mereka sakit, mana bisa juga mereka berekspresi untuk menunjukkan kehebatannya.


1. Sehat fisik.

Jadi yang pertama kali dilihat adalah kondisi fisiknya. Kondisi fisik yang sehat tentu akan membantu mendukung perkembangan seorang anak.

Dengan perkembangan kesehatan yang optimal, akan memudahkan mereka untuk proses belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya. Sehingga mereka dapat cepat tanggap, memiliki rasa peduli, serta rasa kasih sayang.

2. Cerdas intelektual.

Sehat fisik saja belum bisa dikatakan anak hebat. Harus disertai adanya kecerdasan secara intelektual. Maksudnya adalah bahwa anak hebat tak perlu atau dibuktikan dengan IQ tinggi.

Karena dalam usianya, anak mempunyai kemampuan yang bertahap. Misalnya saja anak umur 3-4 tahun, yang cerdas intelektual akan terlihat dari keaktifannya, bukan hiperaktif.

Kemudian mereka seakan intens pada hal-hal yang sulit, memiliki daya ingat yang kuat, kosakata tinggi, memperhatikan detail, tertarik akan banyak hal, suka berimajinasi, membaca lebih awal dan mempunyai bakat seni.





3. Memiliki jiwa sosial.

Kalau memiliki anak yang hebat, belum cukup dia sehat fisik serta memiliki intelektual tinggi. Namun dia juga harus memiliki jiwa sosial dan kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya.

Hal ini bisa dilatih oleh orangtua terutama ibu. Ibu adalah sosok pengajar pertama dalam proses tumbuh kembang anak.

Empati adalah pintu gerbang dari aksi peduli kepada orang lain termasuk nilai kebaikan yang dimiliki anak. Oleh karena itu, dasar pendidikan moral dengan berempati harus dimulai sejak didi.

Karena tumbuh dan berkembangnya empati anak sejak dini akan berpengaruh pada perkembangan watak atau kepribadian serta perilaku anak saat dewasa nanti.

4. Cerdas mengendalikan emosi.

Selain ketiha hal di atas, membangun kecerdasan sosial anak menjadi sangat penting untuk bekalnya sebagai anak hebat.

Cerdasa sacara emosi maksudnya anak mampu mengendalikan diri dari emosi negatifnya, mampu mengendalikan emosi ke "akuannya" serta mampu merespon secara emosional kepada orang lain.

Seorang anak bisa dikatakan hebat jika memenuhi kriteria empat di atas, bukan hanya salah satunya saja.

Related Posts:

Perbedaan Antara Bakat dan Minat Anak

Beberapa ahli mengatakan bahwa setiap anak normal memiliki jumlah sel otak yang sama pada saat lahir. Sehingga masing-masing anak memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan seoptimal mungkin.

Perkembangan dan pertumbuhan seorang anak ditentukan oleh nature (bawaan) dan nurture (lingkungan). Dengan demikian, bakat yang sudah ada pada diri anak tidak bisa terlihat sama sekali jika tak disertai stimulasi dari lingkungan.

Misalnya dukungan dan motovasi dari orangtua, kesediaan orangtua untuk mengajari anak, serta kemampuan orangtua untuk menfasilitasi berbagai hal yang diperlukan dalam mengembangkan bakat seorang anak.


Lalu apa perbedaan antara bakat dan minat anak?

Bakat merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang dan merupakan bawaan sejak lahir. Bakat yang dimiliki memungkinkan seseorang untuk mempelajari pengetahuan maupun ketrampilan.





Bahkan dengan bakat ini, seseorang bisa mencapai prestasi yang hebat dalam bidang tertentu.

Pada sisi lain, minat merupakan ketertarikan atau keinginan seseorang untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam tentang suatu pengetahuan atau ketrampilan tertentu.

Sebagai orangtua, akan lebih mudah mengarahkan anak melalui kegiatan yang diminati atau disukainya. Tak sedikit juga orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya yang masih kecil untuk mengikuti tes psikologi yang bertujuan untuk mengetahui minat dan bakat anak.

Sebaiknya,rangtua perlu segera membimbing putra-putrinya untuk menyusun prioritas kegiatan sejak dini yang mengarah kepada pengembanngan bakat anak.

Related Posts:

10 Kalimat Negatif yang Merusak Mental Anak

Hati-hatilah mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang mengenakan ataupun perkataan negatif di bawah ini karena akibatnya di kemudian hari bisa membuat anak trauma dan mempengaruhi mental mereka. Pada dasarnya, kata negatif ataupun kalimat yang disampaikan dengan cara negatif berupa teriakan, bentakan disertai ekspresi negatif bisa bedampak juga pada psikologi anak tersebut.

Apalagi anak yang sudah mampu mengenali ekspresi wajah bahkan sebelum mereka mampu berkomunikasi. Artinya bahwa perkataan negatif yang disampaikan ke anak sejak masih bayi pun mampu memberikan dampak psikologis tertentu kepada anak.


Yang membedakannya dengan anak yang lebih besar adalah anak-anak dengan usia 2 tahun ke atas sudah mampu merespon balik ucapan orangtua. Sementara itu pada saat masih bayi tidak demikian.

Jadi, pada saat orangtua berteriak kepada anak yang lebih besar, si anak mungkin saja bisa membalas teriakan tersebut. Hal itu tergantung dari watak dan didikan sejak dini.

Ada banyak faktor yang bisa memicu kenapa orantua mengucapkan kalimat negatif kepada anak. Mulai dari kebiasaan orangtua sendiri yang sering melontarkan kata-kata kasar hingga faktor emosional.





Adapun untuk anak-anak usia dini, kebanyakan orangtua 'kelepasan' mengucapkan kata-kata kasar lebih disebabkan karena beban emosional semisal kelelahan atau sedang menghadapi permasalahan tertentu.

Berikut ini ada sepuluh kata-kata negatif yang sering diucapkan oleh orangtua di Indonesia yang mampu mempengaruhi mental mereka nanti.

1. Aduh, masa anak Mama lambat seperti ini, sih.

Ketika mendengar perkataan ini, tentu saja anak akan merasa sangat sedih sekalipun ungkapan kesedihan tidak langsung ditampilkan atau tampak pada anak.

2. Malu donk, Wawan saja berani. Masa kamu kagak?

Terus menerus dibandingkan dengan anak lain, dia akan merasa sedih dan jengkel. Bahkan kita pun yang sudah dewasa jika diperlakukan demikian juga akan merasa sama.


3. Kamu ini anak siapa sih? Mama nggak punya anak seperti ini.

Perkataan seperti ini juga akan melukai hati anak. Apalagi jika sudah menyangkut tentang pengakuan sebagai orangtua anak. Anak akan merasa dirinya sudah tidak lagi disayang sama orangtuanya.

4. Kamu tuh ya, selalu nggak pernah dengerin omongan Mama dan Papa.

Ucapan seperti ini efeknya lebih mirip seperti efek memberikan larangan kepada anak. Akibatnya, anak akan menjadi ragu untuk melakukan sesuatu karena merasa setiap perilakunya selalu dikritik orangtua.

5. Dasar anak bandel...!

Label negatif lagi dan kalau terus menerus seperti ini, bisa-bisa anak akan berpikir memang seperti yang disebutkan oleh orangtuanya tadi. Bisa jadi berperilaku sesuai dengan label yang diberikan.

6. Kamu kok jorok sih seperti ayah.

Jangan sampai anak Anda berpikir dan berperilaku seperti yang diucapkan oleh salah satu orangtuanya.

7. Kamu diam saja di rumah. Tidak usah ikut.

Membuat anak merasa dirinya seperti ditolak dan tidak disayang serta bisa menumbuhkan rasa takut dalam diri anak.


8. Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja yang mengerjakan. Begitu saja kok tidak bisa.

Ini yang mana orangtua terlalu ikut campur atau melakukan intervensi atas hal yang dilakukan oleh anak, sehingga bisa mengambat rasa poercaya diri anak.

9. Jangan cengeng, jangan manja, kamu kan sudah besar.

Jangan salah, perilaku anak yang menangis merupakan ekspresi dari kekecewaan dan merupakan salah satu cara anak untuk mengungkapkan bentuk rasa kecewanya.

10. Kamu bicara apa sih? Mama tidak ngerti. Sudah diam saja.

Duh, ucapan yang kayak gini bisa membuat anak merasa ditolak dan tidak dihargai sekaligus juga dapat menghambat rasa percaya diri anak.

Dalam diri anak akan timbul rasa takut karena karena sering dibentak dan diprotes atas perilaku tertentu yang ia kerjakan. Anak juga dapat menarik diri untuk menghindari situasi dimana ia bisa kembali diprotes lagi nantinya.

Sebagai orangtua, sebisa mungkin bisa mengontrol emosinya agar bisa menghindari perkataan negatif yang secara tak sadar sering keceplosan atau kelepasan kata-kata negatif.

Related Posts:

Label