Cara Menghindari Kalimat Yang Tidak Baik Untuk Psikologi Anak


Beragam kalimat yang seharusnya tak didengar oleh Anak kadangkala justru menjadi santapan sehari-hari. Padahal, beberapa kalimat memiliki kemampuan untuk memengaruhi hingga menyakiti hati seorang anak.

Karena kesibukan dan akibat stress yang tinggi  banyak membuat orang tua kurang sabar dalam hal mendidik anak untuk membuatnya lebih disiplin. Sangat penting untuk menjaga komunikasi yang baik, hindari mengomel dan tahan emosi dengan tidak melontarkan kata-kata yang tidak bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak.

Berikut Kalimat yang tidak baik untuk psikologi anak dan cara  atau solusi  menghindarinya:

"Dasar cengeng…"

Jika menjumpai anak yang sering menangis, boleh jadi karena anak tersebut kurang bisa menyampaikan emosionalnya lewat kata-kata.
Menangis adalah cara seorang anak, khususnya anak-anak usia dini, untuk mengekspresikan perasaan mereka. Ketika mereka kesal, lelah, atau takut, mereka akan menangis. Wajar memang jika orangtua lebih mengidamkan anak yang jarang menangis. Namun, menyebut anak sebagai cengeng tentu tidak tepat, juga tidak bermanfaat.

Solusi : 
Jangan terburu melontarkan kata-kata yang “menyakitkan” seperti itu, sebaiknya kenalkan anak pada emosi yang ia rasakan lebih dulu. Dengan demikian, Anda telah membantu memberinya kata yang tepat untuk mengekspresikan perasaan. Bahwa ada kata yang bisa mengekspresikan perasaannya selain dengan menangis, sekaligus menunjukkan bagaimana caranya berempati terhadap orang lain. Jangan heran jika anak tak lagi hobi menangis dan menggantinya dengan menyampaikan perasaannya secara langsung lewat kalimat.

"Duh, kamu ini Nakal Sekali…"

Memberi label "negatif" justru akan menjadi pengakuan yang semakin membuat anak yakin bahwa ia memiliki sifat seperti yang “dituduhkan”.
Anak-anak, khususnya anak usia dini, memercayai begitu saja apa yang mereka dengar tanpa banyak bertanya. Misalnya, ketika anak berlaku kasar terhadap teman dan Anda memarahinya dengan menyebut Si Kecil “nakal”.

Solusi : 
Sebaiknya, Anda memberi tahu bahwa kebiasaan atau perilaku tersebut kurang baik, tanpa menyebut kata sifatnya. Misalnya, “Adit sangat sedih, lo, waktu kamu bilang ke teman lain agar tidak bermain bersama dia. Yuk minta maaf dan hibur.”

Ingat, anak-anak akan menyimpan dan mengingat kuat-kuat kalimat-kalimat tersebut di dalam benaknya sampai ia dewasa. Rata-rata orang dewasa pun, lebih ingat saat dulu ia disebut bodoh oleh orangtuanya, ketimbang saat dipuji. Tentu Anda tak ingin kelak buah hati merasa demikian.

“Contoh, tuh, kakak kamu…”

Membandingkan anak dengan saudara atau teman-temannya menunjukkan bahwa Anda menginginkan anak menjadi seseorang yang berbeda. Bahkan bila sampai memaksa atau menekan anak untuk mengerjakan sesuatu yang tak ia sukai atau belum saatnya dia lakukan, bisa-bisa membuat anak bingung dan kehilangan kepercayaan dirinya. Kehilangan kepercayaan diri di depan orangtua, bisa membuat ia merasa tak disayang dan kecil hati hingga dewasa nanti.

Memang, lumrah saja bila orangtua membandingkan anak yang satu dengan anak lainnya. Maksud awalnya tentu untuk menjadikan sosok pembanding itu sebagai referensi perkembangan dan perilaku yang patut dicontoh. Namun pahamilah bahwa setiap anak mengembangkan kemampuan mereka masing-masing atas apa yang mereka lakukan atau terima, juga memiliki temperamen dan kepribadian masing-masing yang tak bisa disamakan.

Perlu diingat...jika Anda terlalu sering memuji sang kakak, maka akan ada rasa cemburu pada hati si anak, bahkan tak jarang membuatnya dendam dan tak suka dengan kakanya. Perasaan seolah diperlakukan tidak adil bisa membekas hingga dewasa.

Solusi : 
Jadi, coba gantilah kalimat Anda dengan kalimat seperti, “Hebat, ya, kalian berdua, belajar baren, makan pagi habis. Mama senang, deh.”

“Yang Pinter Gitu lho...”

Sama halnya membanding-bandingkan, kalimat seperti ini bisa berdampak luar biasa. Ingat, belajar adalah sebuah proses trial and error . Anak boleh jadi tidak tahu bahwa mengambil cokelat dari kulkas bisa dilakukan tanpa perlu membuat kulkas berantakan. 

Solusi : 
Apabila diingatkan dan diberi tahu bagaimana seharusnya ia mengambil dengan baik, tentu akan lebih baik untuk perkembangannya.
Namun, jika suatu hari anak melakukan kesalahan serupa pun, kalimat seperti ini tetap saja tidak suportif dan tak bermanfaat. Lebih baik, sampaikan secara spesifik, seperti, “Kalau mau mengambil cokelat, Adik boleh, kok, minta tolong Mama…”

"Cukup atau Mau dihukum!"

Ancaman biasanya muncul akibat orangtua frustrasi menghadapi tingkah anak. Biasanya, cara ini juga tidak akan efektif. Contoh kalimat lain seperti, “Ayo kerjakan tugasmu atau tak usah sekolah saja.” Atau, “Kalau kamu lakukan sekali lagi, Mama akan pukul!” sebenarnya tak efektif untuk membuatnya tak melakukan kesalahan lagi.

Masalahnya, cepat atau lambat, Anda harus mewujudkan ancaman itu agar tetap memiliki kekuatan di hadapan anak. Perlu diketahui, semakin dini usia anak, semakin lama pula ia memahami perintah. 

Solusi : 
Strategi disiplin tak bisa langsung dipahami oleh anak yang masih balita maupun yang lebih besar. Jadi, akan jauh lebih efektif mengembangkan taktik yang konstruktif atau melakukan sanksi ‘time-out’ , ketimbang memberi ancaman verbal.

"Ayo, Cepat!, Jangan Lelet..."

Rasanya di jaman yang serba cepat, siapa, sih, yang tidak pernah mendengar kaimat seperti itu? hampir setiap pagi orangtua memburu-buru anaknya supaya segera mandi, makan, memakai seragam dan sepatu, dan seterusnya.

Coba ingat-ingat, berapa kali Anda meminta anak untuk segera atau buru-buru melakukan sesuatu dalam sehari? Jika itu rutin Anda lakukan, sebaiknya Anda waspada. Anak akan merasa bersalah karena telah membuat orangtuanya menjadi begitu “heboh” dan panik, tetapi hampir tidak ada anak yang kemudian berubah perilakunya.

Solusi : 
Daripada membentak dan memburu-buru anak setiap pagi, lebih baik mencari cara yang lebih baik dan efektif, “tenang” untuk meminta anak melakukan sesuatu. Misalnya, mengambilkan anak sepatu, mematikan TV agar anak tidak menonton acara kartun sambil makan pagi, bangunkan anak lebih dini, dan sebagainya.


*Dari berbagai sumber

Related Posts:

0 Response to "Cara Menghindari Kalimat Yang Tidak Baik Untuk Psikologi Anak"

Posting Komentar

Label